Hubungan surah A-‘Araaf
ayat 54 dengan pendidikan.
“Sesungguhnya
tuhan kamu ialah Allah yang telah menciptakan langit dan bumi dalam enam hari,
lalu dia bersemayam diatas ‘Arsy. Dia menutupkan malam kepada siang yang
mengikutinya dengan cepat, dan (diciptakannya pula) matahari, bulan dan
bintang-bintang (masing-masing) tunduk kepada perintahnya. Ingatlah,
menciptakan dan memerintahkan adalah hak Allah. Maha suci Allah tuhan semesta
alam”.
Terjemahan
surah Al-‘Araf ayat 54 di atas mengandung sejumlah petunjuk penting tentang
penciptaan alam semesta. Lalu
bagaimanakah kaitannya dengan pendidikan ?
Ada 6 landasan
ideal bagi pendidikan Islam salah satunya adalah Al-Quran. Al-Quran sebagai pencerahan hidup manusia
baik di dunia maupun akhirat[1]. dan kaitannya dengan
pendidikan ialah dalam aspek materi
pendidikan. Al-‘Araf ayat 54 memberikan pencerahan bagi perkembangan dunia
pendidikan, khususnya pendidikan ilmu pengetahuan umum (bidang Astronomi,
Fisika, dan Geografi). Surah tersebut
memberikan suatu dorongan bagi manusia untuk dapat mengembangkan kemampuan
ke-intelektualan mereka dalam mengungkap rahasia penciptaan alam semesta.
Al-‘Araf ayat
54 kami katakan sebagai pencerahan bagi dunia science internasional berdasarkan sejarah kaum Materialisme. pada abad
ke-19 orang-orang berpendapat bahwa alam semesta itu kekal, ia terdiri dari
materi dengan ukuran tak hingga yang telah ada sejak dahulu dan akan selalu
ada. Mereka menolak keberadaan sang pencipta dan menyatakan bahwa alam semesta
tidak berawal dan tidak berakhir (faham
materialisme dialektika Karl Marx). Einstein pun juga berpandangan sama
dengan kaum materialism ini, menurutnya pada mulanya alam ini tiada, kemudian
sekitar 15 milyard tahun yang lalu, alam tercipta dari ketiadaan. Dan hal ini
sangat bertentangan dengan isi surah Al-‘Araf 54. Alam semesta menurut Islam adalah
diciptakan pada suatu waktu dan akan ditiadakan pada saat yang lain.
Sedangkan
perbandingan konsepsi Fisika tentang penciptaan alam dengan ajaran Al-Qur’an
dapat kita lihat dalam surat Al-Anbiya’ ayat 30
yang berbunyi:
أولم ير
الذين كفروا أن السموات والأرض كانتا رتقا ففتقناهما
“Dan tidaklah
orang-orang kafir itu mengetahui bahwa langit (ruang alam) dan bumi (materi
alam) itu dahulu sesuatu yang padu, kemudian Kami pisahkan keduanya itu”. (Q.S.
Al-Anbiya’ : 30).
Pada tahun 1929, di observatorium Mount Wilson California, ahli
astronomi Amerika, Edwin Hubble membuat salah satu penemuan terbesar di
sepanjang sejarah astronomi. Ketika mengamati bintang-bintang dengan teleskop
raksasa, ia menemukan bahwa mereka memancarkan cahaya merah sesuai dengan
jaraknya. Hal ini berarti bahwa bintang-bintang ini "bergerak menjauhi"
kita. Sebab, menurut hukum fisika yang diketahui, spektrum dari sumber cahaya
yang sedang bergerak mendekati pengamat cenderung ke warna ungu, sedangkan yang
menjauhi pengamat cenderung ke warna merah. Selama pengamatan oleh Hubble,
cahaya dari bintang-bintang cenderung ke warna merah. Ini berarti bahwa
bintang-bintang ini terus
menerus bergerak.
Jauh sebelumnya, Hubble telah membuat penemuan penting lain. Bintang dan galaksi bergerak tak hanya menjauhi kita, tapi juga menjauhi satu sama lain. Satu-satunya yang dapat disimpulkan dari suatu alam semesta di mana segala sesuatunya bergerak menjauhi satu sama lain adalah bahwa alam semesta terus-menerus mengembang. Sebenarnya, fakta ini secara teoritis telah ditemukan lebih awal. Albert Einstein, yang diakui sebagai ilmuwan terbesar abad 20, berdasarkan perhitungan yang ia buat dalam fisika teori, telah menyimpulkan bahwa alam semesta tidak mungkin statis. Tetapi, ia mendiamkan penemuannya ini, hanya agar tidak bertentangan dengan model alam semesta statis yang diakui luas waktu itu. Di kemudian hari, Einstein menyadari tindakannya ini sebagai 'kesalahan terbesar dalam karirnya'.
bahwa 'titik tunggal' ini yang berisi semua materi alam semesta haruslah memiliki 'volume nol', dan kepadatan.
Jauh sebelumnya, Hubble telah membuat penemuan penting lain. Bintang dan galaksi bergerak tak hanya menjauhi kita, tapi juga menjauhi satu sama lain. Satu-satunya yang dapat disimpulkan dari suatu alam semesta di mana segala sesuatunya bergerak menjauhi satu sama lain adalah bahwa alam semesta terus-menerus mengembang. Sebenarnya, fakta ini secara teoritis telah ditemukan lebih awal. Albert Einstein, yang diakui sebagai ilmuwan terbesar abad 20, berdasarkan perhitungan yang ia buat dalam fisika teori, telah menyimpulkan bahwa alam semesta tidak mungkin statis. Tetapi, ia mendiamkan penemuannya ini, hanya agar tidak bertentangan dengan model alam semesta statis yang diakui luas waktu itu. Di kemudian hari, Einstein menyadari tindakannya ini sebagai 'kesalahan terbesar dalam karirnya'.
bahwa 'titik tunggal' ini yang berisi semua materi alam semesta haruslah memiliki 'volume nol', dan kepadatan.
Apa arti dari mengembangnya alam semesta?
Mengembangnya alam semesta
berarti bahwa jika alam semesta dapat bergerak mundur ke masa lampau, maka ia
akan terbukti berasal dari satu titik tunggal (pernyataan
ini sesuai dengan Al-Quran surah Al-Anbiya’ 30). Perhitungan menunjukkan tak hingga'. Alam semesta telah terbentuk
melalui ledakan titik tunggal bervolume nol ini.
Ledakan raksasa yang
menandai permulaan alam semesta ini dinamakan 'Big
Bang', dan teorinya dikenal dengan nama tersebut. Perlu dikemukakan
bahwa 'volume nol' merupakan pernyataan teoritis yang digunakan untuk
memudahkan pemahaman. Ilmu pengetahuan dapat mendefinisikan konsep 'ketiadaan',
yang berada di luar batas pemahaman manusia, hanya dengan menyatakannya sebagai
'titik bervolume nol'. Sebenarnya, 'sebuah titik tak bervolume' berarti
'ketiadaan'. Demikianlah alam semesta muncul menjadi ada dari ketiadaan. Dengan kata lain, ia telah diciptakan. Fakta bahwa
alam ini diciptakan, yang baru ditemukan fisika modern pada abad 20, telah
dinyatakan dalam Al-Qur'an 14 abad lampau: "Dia
Pencipta langit dan bumi" (QS. Al-An'aam, 6: 101)
Teori Big Bang menunjukkan
bahwa semua benda di alam semesta pada awalnya adalah satu wujud, dan kemudian
terpisah-pisah. Ini diartikan bahwa keseluruhan materi diciptakan melalui Big
Bang atau ledakan raksasa dari satu titik tunggal, dan hal ini telah dituliskan Al-Qur’an[2].
Pada
akhirnya anggapan kaum Materialisme
yang salah tersebut dapat dirobohkan, dan terbuka kebenaran yang sesungguhnya.
Enam masa penciptaan alam
semesta yang tertulis dalam Al-Quran surah Al-‘Araf juga dapat di buktikan secara ilmiah dan
memberikan pencerahan bagi dunia pendidikan modern. Hal ini tertuang dalam
Al-Quran surah Al-Anazi’at [27-33], yang
menerangkan secara kronologis bagaimana alam semesta diciptakan dalam enam masa.
”Apakah kamu lebih sulit penciptaanya ataukah
langit ? Allah telah membinanya [27] Dia meninggikan bangunannya lalu
menyempurnakannya [28] dan Dia menjadikan malamnya gelap gulita, dan menjadikan
siangnya terang benderang [29] Dan bumi sesudah itu dihamparkan-Nya [30] Ia
memancarkan dari padanya mata airnya, dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhan-Nya
[31] Dan gunung-gunung dipancangkan-Nya dengan teguh [32] (semua itu) untuk
kesenanganmu dan untuk binatang-binatang ternakmu [33] ” (Q.S. An-Nazi’at:
27-33)
Masa
I (ayat 27): penciptaan langit pertama kali. Pada Masa I, alam
semesta pertama kali terbentuk dari ledakan besar yang disebut ”Big Bang”,
kira-kira 13.7 milyar tahun lalu. Bukti dari teori ini ialah gelombang
mikrokosmik di angkasa dan juga dari meteorit.
Masa
II (ayat 28): pengembangan dan penyempurnaan. Dalam
ayat 28 di atas terdapat kata ”meninggikan bangunan”
dan ”menyempurnakan”. Kata ”meninggikan
bangunan” dianalogikan dengan alam semesta yang mengembang, sehingga
galaksi-galaksi saling menjauh dan langit terlihat makin tinggi. Ibaratnya
sebuah roti kismis yang semakin mengembang, dimana kismis tersebut dianggap
sebagai galaksi. Jika roti tersebut mengembang maka kismis tersebut pun akan
semakin menjauhi model roti kismis untuk menggambarkan mengembangnya alam semesta. Mengembangnya alam semesta sebenarnya
adalah kelanjutan Big Bang. Jadi, pada dasarnya Big Bang bukanlah ledakan dalam
ruang, melainkan proses pengembangan alam semesta. Dengan menggunakan
perhitungan efek doppler sederhana, dapat diperkirakan berapa lama alam ini
telah mengembang, yaitu sekitar 13.7 miliar tahun.
Sedangkan kata ”menyempurnakan”,
menunjukkan bahwa alam ini tidak serta merta terbentuk, melainkan dalam proses
yang terus berlangsung. Misalnya kelahiran dan kematian bintang yang terus
terjadi. Alam semesta ini dapat terus mengembang, atau kemungkinan lainnya akan
mengerut.
Masa
III (ayat 29): pembentukan tata surya termasuk Bumi reaksi nuklir yang menjadi
sumber energi bintang seperti Matahari. Surat An-Nazi’ayat 29
menyebutkan bahwa Allah menjadikan malam yang gelap gulita dan siang yang
terang benderang. Ayat tersebut dapat ditafsirkan sebagai penciptaan matahari
sebagai sumber cahaya dan Bumi yang berotasi, sehingga terjadi siang dan malam.
Pembentukan tata surya diperkirakan seperti pembentukan bintang yang relatif
kecil, kira-kira sebesar orbit Neptunus. Prosesnya sama seperti pembentukan
galaksi seperti di atas, hanya ukurannya lebih kecil.
Seperti halnya matahari, sumber panas
dan semua unsur yang ada di Bumi berasal dari reaksi nuklir dalam inti besinya.
Lain halnya dengan Bulan. Bulan tidak mempunyai inti besi. Unsur kimianya pun
mirip dengan kerak bumi. Berdasarkan fakta-fakta tersebut, disimpulkan bahwa
Bulan adalah bagian Bumi yang terlontar ketika Bumi masih lunak. Lontaran ini
terjadi karena Bumi bertumbukan dengan suatu benda angkasa yang berukuran
sangat besar (sekitar 1/3 ukuran Bumi). Jadi, unsur-unsur di Bulan berasal dari
Bumi, bukan akibat reaksi nuklir pada Bulan itu sendiri.
Masa
IV (ayat 30): awal mula daratan di Bumi. Penghamparan yang di sebutkan
dalam ayat 30, dapat diartikan sebagai pembentukan superkontinen Pangaea di
permukaan Bumi.
Masa III hingga Masa IV ini juga bersesuaian dengan Surat Fushshilat ayat 9 yang artinya “Katakanlah: ‘Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya?’ (Yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam”.
Masa III hingga Masa IV ini juga bersesuaian dengan Surat Fushshilat ayat 9 yang artinya “Katakanlah: ‘Sesungguhnya patutkah kamu kafir kepada yang menciptakan bumi dalam dua masa dan kamu adakan sekutu-sekutu bagi-Nya?’ (Yang bersifat) demikian itu adalah Rabb semesta alam”.
Masa
V (ayat 31): pengiriman air ke Bumi melalui komet ilustrasi.
komet yang membawa unsur hidrogen sebagai pembentuk air di Bumi Dari ayat 31 di
atas, dapat diartikan bahwa di Bumi belum terdapat air ketika mula-mula
terbentuk. Jadi, ayat ini menunjukan evolusi Bumi dari tidak ada air menjadi
ada air. Jadi, darimana datangnya air ? Air
diperkirakan berasal dari komet yang menumbuk Bumi ketika atmosfer Bumi masih
sangat tipis. Unsur hidrogen yang dibawa komet kemudian bereaksi dengan
unsur-unsur di Bumi dan membentuk uap air. Uap air ini kemudian turun sebagai
hujan yang pertama. Bukti bahwa air berasal dari komet, adalah rasio Deuterium
dan Hidrogen pada air laut, yang sama dengan rasio pada komet. Deuterium adalah
unsur Hidrogen yang massanya lebih berat daripada Hidrogen pada umumnya.
Karena semua kehidupan berasal dari air, maka setelah air terbentuk, kehidupan pertama berupa tumbuhan bersel satu pun mulai muncul di dalam air.
Karena semua kehidupan berasal dari air, maka setelah air terbentuk, kehidupan pertama berupa tumbuhan bersel satu pun mulai muncul di dalam air.
Masa
VI (ayat 32-33): proses geologis serta lahirnya hewan dan manusia gunung
sebagai pasak Bumi. Dalam ayat 32 di atas, disebutkan ”gunung-gunung dipancangkan dengan teguh.” Artinya,
gunung-gunung terbentuk setelah penciptaan daratan, pembentukan air dan
munculnya tumbuhan pertama. Gunung-gunung terbentuk dari interaksi antar
lempeng ketika superkontinen Pangaea mulai terpecah.
Kemudian, setelah gunung mulai
terbentuk, terciptalah hewan dan akhirnya manusia sebagaimana disebutkan dalam
ayat 33 di atas. Jadi, usia manusia relatif masih sangat muda dalam skala waktu
geologi.
Jika diurutkan dari Masa III hingga Masa
VI, maka empat masa tersebut dapat dikorelasikan dengan empat masa dalam Surat Fushshilat ayat 10 yang berbunyi, ”Dan dia menciptakan di bumi itu
gunung-gunung yang kokoh di atasnya. Dia memberkahinya dan Dia menentukan
padanya kadar makanan-makanan (penghuni)nya dalam empat masa. (Penjelasan itu
sebagai jawaban) bagi orang-orang yang bertanya”.
Demikianlah penafsiran enam masa
penciptaan alam dalam Al-Qur’an, sejak kemunculan alam semesta hingga terciptanya
manusia[3].
Hal ini memberikan pencerahan bagi dunia pendidikan Islam, bahwa segala hal
yang dikatakan didalam Al-Quran yang khususnya berhubungan dengan ilmu
pengetahuan alam dapat dibuktikan secara ilmiah dan diterima secara global.
Pada
kesimpulannya, Al-Quran bukan sekedar kitab suci bagi umat
islam dan mukjizat bagi nabi Muhammad SAW, namun ia juga merupakan kitab yang
mengandung uraian penting tentang ilmu pengetahuan atau materi pendidikan
secara umumnya, Khususnya surah Al-‘Araf ayat 54 sangat terlihat hubungannya
dengan ilmu-ilmu alam seperti Fisika, Geografi, Kimia dan Astronomi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar